Senin, 10 Oktober 2011

Hukum Memakai Gelang Kaki Bagi Wanita

Apa Hukumnya Memakai gelang Kaki Bagi Wanita
Menggapai Satu Kemuliaan
penulis Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein
Sakinah Wanita dlm Sorotan 10 - Agustus - 2004 22:06:05

Telah dimaklumi bahwa Allah ta`ala menciptakan wanita dgn tabiat senang berhias. Dan dgn kemurahan-Nya Dia membolehkan wanita memakai seluruh perhiasan yg ada selama tdk ada dalil yg melarang dan membolehkan wanita menempuh cara-cara yg diperkenankan oleh syariat guna mempercantik dan menghias dirinya.
Namun di sana ada sisi yg tdk boleh diabaikan.
Syariat menetapkan wanita adl aurat sebagaimana disabdakan Rasul yg mulia shallallahu ‘alaihi wasallam:
}
“Wanita itu adl aurat mk bila ia keluar rumah setan menyambutnya. “
Yang nama aurat berarti membuat malu bila terlihat oleh orang lain hingga perlu dijaga dgn baik. Karena wanita adl aurat berarti suatu hal yg mengundang malu bila ia terlihat oleh lelaki yg bukan mahram apalagi bila terlihat dlm keadaan berhias. Dengan demikian wanita tdk diperbolehkan menampakkan perhiasan di hadapan lelaki yg bukan mahram. Bahkan ia harus menutupi khusus ketika keluar rumah dan ketika berhadapan dgn pandangan lelaki krn menampakkan perhiasan di hadapan mereka dapat mengundang fitnah.
Allah melarang wanita utk memperdengarkan suara dari perhiasan yg tersembunyi di balik baju apatah lagi tentu bila menampakkan wujud perhiasan yg sedang dikenakan.
Dia yg Maha Suci berfirman:

لاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يَخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّ ﴾
“Dan janganlah mereka menghentakkan kaki-kaki mereka agar diketahui perhiasan yg mereka sembunyikan.”
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Janganlah seorang wanita menghentakkan kaki ketika berjalan utk memperdengarkan suara gelang kaki yg dikenakan krn memperdengarkan suara perhiasan yg sedang dipakai sama dgn memperlihatkan wujud perhiasan tersebut bahkan lebih. Sasaran dari pelarangan ini adalah agar wanita menutup diri .” Beliau melanjutkan: “Siapa di antara wanita yg melakukan hal ini karena bangga dengan perhiasan yg dipakai mk perbuatan tersebut makruh. Dan bila ia melakukan dengan maksud tabarruj dan sengaja menunjukkan kepada kaum lelaki maka ini haram lagi tercela.”
Dalam ayat lain Allah ta`ala melarang kaum wanita utk keluar rumah dgn ber-tabarruj
وَقَرْنَ فِي بُيُوْتِكُنَّ وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأُوْلَى
“Dan tetaplah kalian tinggal di rumah-rumah kalian dan jangan bertabarruj sebagaimana tabarruj orang2 jahiliyyah yg dahulu.”
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menafsirkan ayat di atas dgn ucapannya: “Yakni kalian jangan banyak keluar rumah dgn berdandan dan memakai wewangian seperti kebiasaan orang2 jahiliyyah dahulu yg mereka itu tdk memiliki ilmu dan tdk pula memiliki agama.”
Dalam Islam wanita diperintah utk berhijab ketika berhadapan dgn lelaki yg bukan mahram sama saja apakah di luar rumah ataupun di dlm rumah.
Ayat Allah telah berbicara tentang hijab ini.
﴿ وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوْ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُوْلِي اْلإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوْ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴾.
 “Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: Hendaklah mereka menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka serta jangan menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yg biasa tampak dari . Hendaklah pula mereka menutupkan kerudung mereka di atas leher-leher mereka dan jangan mereka tampakkan perhiasan mereka kecuali di hadapan suami-suami mereka atau ayah-ayah mereka atau ayah-ayah suami mereka atau di hadapan putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka atau di hadapan saudara laki2 mereka atau putra-putra saudara laki2 mereka atau putra-putra saudara perempuan mereka atau di hadapan wanita-wanita mereka atau budak yg mereka miliki atau laki2 yg tdk punya syahwat terhadap wanita atau anak laki2 yg masih kecil yg belum mengerti aurat wanita. Dan jangan pula mereka menghentakkan kaki-kaki mereka ketika berjalan di hadapan laki2 yg bukan mahram agar diketahui perhiasan yg mereka sembunyikan dan hendaklah kalian semua bertaubat kepada Allah wahai kaum mukminin semoga kalian beruntung.”
Allah ta`ala dlm ayat di atas memerintahkan kaum wanita agar jangan memperlihatkan perhiasan mereka kecuali di hadapan beberapa orang yg disebutkan dlm ayat. Semua ini dlm rangka berhati-hati dari fitnah. Kemudian Allah mengecualikan perhiasan yg boleh ditampakkan yaitu perhiasan luar yg biasa nampak dan tdk mungkin ditutupi. Karena memang perhiasan wanita itu ada yg dzahir dan ada yg batin . Perhiasan dzahir boleh dilihat oleh semua orang baik dari kalangan mahram maupun ajnabi adapun yg batin mk tdk halal ditampakkan kecuali di hadapan orang2 yg Allah sebutkan dlm ayat di atas. Manusia berselisih pendapat tentang batasan perhiasan luar seorang wanita.
Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allah menyatakan: ‘Jangan menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yg biasa tampak dari ‘ yakni para wanita tdk boleh menampakkan sesuatu dari perhiasan kepada lelaki ajnabi kecuali perhiasan yg tdk mungkin disembunyikan seperti rida dan tsiyab yg dikatakan Ibnu Mas’ud.”
Allah ta`ala berfirman kepada Nabi-Nya:

﴿ يَاأَ يُّهَا النَّبِيُّ قُلْ ِ لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَحِيمًا ﴾.
“Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu dan putri-putrimu serta wanita-wanita kaum mukminin hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka di atas tubuh mereka. Yang demikian itu lbh pantas bagi mereka utk dikenali hingga mereka tdk diganggu. Dan adl Allah Maha Pengampun lagi Penyayang.”
Allah berfirman kepada kaum mukminin:
﴿ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ ﴾.
“Apabila kalian meminta sesuatu kepada para istri Nabi mk mintalah dari balik tabir. Yang demikian itu lbh suci bagi hati-hati kalian dan hati-hati mereka.”
Anas bin Malik radliallahu ‘anhu berkisah tentang awal mula turun perintah hijab ini: Aku berusia sepuluh tahun tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah ke Madinah. mk mulailah aku melayani beliau sampai waktu sepuluh tahun dari akhir kehidupan beliau. Aku adl orang yg paling tahu saat diturunkan perintah hijab bertepatan dgn pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dgn Zainab bintu Jahsyin. Pagi hari setelah malam pengantin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengadakan walimah dgn menyajikan roti dan gandum. Aku pun diutus utk mengundang para shahabatnya. Datanglah undangan sekelompok demi sekelompok mereka menyantap hidangan kemudian keluar demikian seterusnya. Aku memanggil semua shahabat beliau hingga tdk tersisa seorang pun kecuali telah menyantap hidangan. Aku katakan kepada beliau “Wahai Nabi Allah aku tdk mendapatkan lagi orang yg bisa aku panggil utk menyantap hidangan walimah ini.” Beliau berkata “Bila demikian angkatlah makanan kalian.” Di antara para undangan ada tiga orang yg belum beranjak dari tempat tinggal Nabi mereka asyik berbincang-bincang hingga tinggal lama di tempat beliau. Beliau pun bangkit dan keluar. Aku ikut keluar bersama beliau agar orang2 yg masih tinggal tersebut merasa dan berpikir utk keluar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berjalan aku pun turut berjalan hingga beliau sampai di ambang pintu rumah ‘Aisyah radhiallhu ‘anha. Lalu berkata: “Assalamu`alaikum wa rahmatullahi wahai ahlul bait.” ‘Aisyah menjawab: “Wa`alaikassalam wa rahmatullah bagaimana engkau dapatkan istrimu yg sekarang semoga Allah memberkahimu.” Setelah itu beliau mendatangi rumah istri-istri beliau seluruh dan mengatakan sebagaimana perkataan beliau kepada ‘Aisyah dan mereka pun mengucapkan kepada beliau semisal dgn ucapan ‘Aisyah . Beliau menyangka tiga orang yg berada di rumah beliau telah pergi beliau pun kembali dan aku ikut menyertai sampai beliau masuk menemui Zainab. Ternyata mereka masih tetap duduk berkumpul di tempat tersebut belum beranjak pergi. Sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adl orang yg sangat pemalu . Beliau keluar lagi dan aku tetap menyertai hingga sampai di ambang pintu rumah ‘Aisyah. Lalu ketika beliau memastikan mereka telah pergi beliaupun kembali dan aku ikut bersama beliau. Ketika kaki beliau menjejak ambang pintu beliau pun menutupkan tirai antara aku dan beliau .”
Mungkin ada yg beranggapan bahwa berhijab ini merupakan perintah yg khusus bagi ummahatul mukminin tdk berlaku bagi wanita selain mereka. mk kita tanyakan siapakah yg lbh suci hati daripada Ummahatul Mukminin dan para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yg Allah telah mempersaksikan keimanan mereka dan Dia ridha terhadap mereka? Mereka diperintah utk berhijab demi lbh menjaga kesucian hati mereka lalu bagaimana lagi dgn orang2 sekarang yg banyak dikuasai setan? Adakah mereka mengaku hati mereka lbh suci daripada istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dunia dan akhirat sehingga mereka tdk perlu berhijab?
Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata tentang ayat Allah subhanahu wa ta’ala:
﴿ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ ﴾.
“Apabila kalian meminta sesuatu kepada para istri Nabi mk mintalah dari balik tabir. Yang demikian itu lbh suci bagi hati-hati kalian dan hati-hati mereka.”
“Hukum yg disebutkan dlm ayat ini berlaku umum utk istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan selain mereka dari kalangan wanita-wanita kaum mukminin”
Beliau juga menyatakan: “Ayat yg mulia ini merupakan nash yg jelas tentang wajib wanita berhijab dan menutup diri dari lelaki. Allah subhanahu wa ta`ala menjelaskan dlm ayat ini bahwa berhijab itu lbh suci bagi hati kaum lelaki dan wanita dan lbh menjauhkan dari perbuatan keji dan sebab-sebabnya. Allah mengisyaratkan bahwa tdk berhijab merupakan kekotoran dan kenajisan sedang berhijab merupakan kesucian dan keselamatan.”
Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah berkata: “Sekalipun lafadz ayat ini ditujukan kepada para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam namun hukum umum utk seluruh wanita yg beriman krn perintah berhijab itu ditetapkan dgn alasan yg dinyatakan Allah ta`ala dgn firman-Nya:
﴿ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ ﴾.
“Yang demikian itu lbh suci bagi hati-hati kalian dan hati-hati mereka.”
Alasan seperti ini jelas berlaku umum mk keumuman alasan menunjukkan keumuman hukumnya.”
Berhijab berarti kemuliaan bagi seorang wanita krn akan membedakan diri dgn wanita yg tdk baik di samping sebagai penjagaan bagi diri dari kerusakan dan kejelekan yg semakin merata. Sungguh musuh Islam telah mengetahui bahwa keluar wanita dgn tabarruj merupakan satu pintu dari sekian pintu kejelekan dan kerusakan. Dan bila wanita rusak mk akan rusak pula masyarakatnya. Karena itulah mereka begitu berambisi utk menanggalkan hijab dari wanita muslimah dan mengoyak tirai malu dgn berbagai propaganda syaithaniyyah. Dan sedikit banyak mereka bisa mempengaruhi kaum muslimin dgn propaganda busuk nan berbisa tersebut hingga kita dapatkan ada kaum muslimin yg merasa “risih” dan “gerah” bila melihat seorang wanita mengenakan hijabnya. Bahkan ada di antara kaum muslimin yg mengaku kenal agama ikut berkoar-koar menentang hijab wallahu al-musta’an .
Wahai wanita mukminah sesungguh hijab itu akan menjagamu dari pandangan-pandangan beracun yg terlahir dari hati-hati yg sedang sakit. Dengan berhijab akan memutus selera syahwat para serigala utk menjerat dan memangsamu. Karena itu jagalah dgn baik hijabmu dan jangan sekali-kali tertipu dgn propaganda yg berbisa dari para penipu krn tdk ada yg mereka inginkan darimu kecuali kejelekan sebagaimana Allah ta`ala berfirman:
﴿وَ يُرِيْدُ الَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ الشَّهْوَاتِ أَنْ تَمِيْلُوْا مَيْلاً عَظِيْمًا﴾
“Dan orang2 yg mengikuti syahwat berkeinginan agar kalian berpaling sejauh-jauh dari kebenaran.”
Allah sajalah yg memberi hidayah dan taufik. Wallahu ta`ala a`lam bish-shawab


1 komentar: